Wednesday, July 11, 2018

AA YKPN: BPR/BPRS dan Arus Transformasi Digital

Industri Bank Perkreditan ‎Rakyat (BPR) dan Bank Perkreditan ‎Rakyat (BPRS) dinilai merupakan industri yang tangguh. Sejak berdiri dan berkembang pada 1988, industri BPR telah membuktikan kemampuannya dalam menghadapi tempaan industri keuangan. Ketua Umum Perbarindo (Persatuan Bank BPR Indonesia) Pak Joko Suyanto mengatakan bahwa hal ini terbukti dari industri BPR yang telah mampu melayani masyarakat selama 29 Tahun dan tetap tumbuh dengan baik serta menjadi mitra strategis pelaku UMKM.

Namun demikian demikian, BPR dan BPRS harus mulai mengikuti perkembakan teknologi digital atau fintech. Saat ini teknologi digital telah mengubah seluruh aspek kehidupan, hampir semua aspek kehidupan dapat diselesaikan melalui teknologi yang ada dalam genggaman setiap orang, sehingga sangat memudahkan orang dalam memenuhi kebutuhan dan menjalankan aktivitasnya, termasuk aktivitas dalam transaksi keuangan.  

Menurut Pak Joko Suyanto, kinerja BPR sampai dengan Juli 2017 masih sangat baik: 

  1. Aset Industri BPR mencapai Rp 118 triliun atau tumbuh 10,77 persen dibandingkan posisi tahun lalu. 
  2. Kredit yang disalurkan mencapai Rp 87 triliun atau tumbuh 10,13 persen
  3. Fungsi intermediasi juga dapat berjalan dengan baik. Terlihat dari pertumbuhan tabungan yang mencapai 13,33 persen dan pertumbuhan deposito yang mencapai 10,30 persen dibanding tahun sebelumnya
  4. Jumlah nasabah yang dilayani mencapai 14,5 juta rekening, nasabah tersebut terdiri dari penabung sebanyak 10,5 juta rekening dan rata–rata jumlah tabungannya sebesar Rp 2 juta. 
  5. Nasabah debitor sebanyak 3,2 juta rekening dengan rata-rata pinjaman Rp 27 juta. 

Bagi Perbankan, digitilasi bukanlah sebuah pilihan, tetapi telah menjadi keharusan dan kewajiban. Karena nasabah mengharapkan adanya kecepatan, kemudahan, fleksibilitas, kenyamanan pelayanan yang tersedia selama 7 x 24 jam. Beberapa perbankan di Indonesia telah melakukan kampanye dan investasi untuk transformasi ke pelayanan digital. Industri BPR – BPRS di seluruh Indonesia juga memiliki semangat yang sama, untuk mengubah anggapan klasik bahwa BPR - BPRS adalah industri yang kaku karena terbentur sistem serta regulasi yang ketat.

Bapak Joko Suyanto juga menjelaskan bahwa tranformasi digital dianggap sebagai cara baru berbisnis karena potensinya untuk menghemat biaya. Tranformasi bukan hanya mendigitalisasi produk yang sudah ada, tapi mengubah pola pikir dan solusi digital sesuai perilaku dan kebutuhan masyarakat. 

Paparan Bapak Joko Suyanto ini disampaikan dalam Rakernas dan Seminar Nasional Perbarindo 2017, bertemakan Peluang dan Tantangan Industri BPR – BPRS Sebagai Pilar Ekonomi Daerah di Era Transformasi Bisnis Digital di Kupang, Selasa (24/10/2017). Rakernas dan Seminar Nasional Perbarindo 2017, berlangsung selama 2 hari di Kota Kupang Provinsi Nusa Tenggar Timur dari tanggal 24 – 25 Oktober 2017. 

Sumber: Liputan6.com, Jakarta 

No comments:

Post a Comment