Thursday, August 2, 2018

Serba Serbi Tentang BPR

Produk dan aktivitas BPR

Usaha BPR meliputi usaha untuk menghimpun dan menyalurkan dana dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Keuntungan BPR diperoleh dari spread effect (selisih antara bungan pinjaman dan bungan simpanan) dan pendapatan bunga.

Usaha-usaha BPR Mencakup
  1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
  2. Memberikan kredit.
  3. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
  4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. SBI adalah sertifikat yang ditawarkan Bank Indonesia kepada BPR apabila BPR mengalami over liquidity atau kelebihan likuiditas.
Usaha yang Tidak Boleh Dilakukan BPR
Ada beberapa jenis usaha seperti yang dilakukan bank umum tetapi tidak boleh dilakukan BPR. Usaha yang tidak boleh dilakukan BPR adalah :
  1. Menerima simpanan berupa giro.
  2. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
  3. Melakukan penyertaan modal dengan prinsip prudent banking dan concern terhadap layanan kebutuhan masyarakat menengah ke bawah.
  4. Melakukan usaha perasuransian.
  5. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud dalam usaha BPR.
BMPK
BMPK adalah Batas Maksimum Pemberian Kredit, dengan ketentuan umum sesuai  POJK Nomor 41 /SEOJK.03/2017 adalah sebagai berikut:
  1. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam menyediakan dana perlu memperhatikan prinsip kehati-hatian antara lain dengan penyebaran portofolio Penyediaan Dana yang diberikan agar risiko Penyediaan Dana tersebut tidak terpusat pada Peminjam atau kelompok Peminjam tertentu.
  2. Dalam rangka pemantauan Penyediaan Dana, BPR menyampaikan laporan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) secara berkala kepada Otoritas Jasa Keuangan.
  3. Pelaporan BMPK disampaikan oleh kantor pusat BPR secara daring (online) yang mencakup data kantor pusat dan data seluruh kantor cabang BPR.
Ketentuan BMPK
  1. BMPK untuk Kredit
  2. BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam Bentuk Tabungan
  3. BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank dalam Bentuk Deposito.
  4. BMPK untuk Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait.
  5. BMPK untuk Penempatan Dana Antar Bank pada BPR lain Pihak Tidak Terkait.
  6. BMPK Penyediaan Dana dalam Bentuk Kredit kepada Satu atau Lebih Peminjam Pihak Tidak Terkait yang Merupakan Bagian dari Kelompok Peminjam Pihak Tidak Terkait
KPMM
KPMM (Kewajiban Penyertaan Modal Minimum) diatur dengan POJK Nomor 5 /POJK.03/2015, dengan kententuan antara lain sebagai berikut:
  1. BPR wajib menyediakan modal minimum yang dihitung dengan menggunakan rasio KPMM paling rendah sebesar 12% (dua belas perseratus) dari ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Risiko).
  2. Modal BPR terdiri dari: (a.) modal inti (tier 1) yang mencakup: 1. modal inti utama; 2. modal inti tambahan; (b.) modal pelengkap (tier 2).
  3. Modal pelengkap hanya dapat diperhitungkan paling tinggi sebesar 100% (seratus perseratus) dari modal inti.
  4. BPR wajib menyediakan modal inti paling rendah sebesar 8% (delapan perseratus) dari ATMR.
  5. Modal inti utama terdiri dari: a. modal disetor dan b. cadangan tambahan modal.
Kualitas Aset
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012:
  1.  Aset adalah aset produktif dan aset non produktif.
  2.  Aset Produktif adalah penyediaan dana Bank untuk memperoleh penghasilan, dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, tagihan akseptasi, tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repurchase agreement), tagihan derivatif, penyertaan, transaksi rekening administratif serta bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.
  3.  Aset Non Produktif adalah aset Bank selain Aset Produktif yang memiliki potensi kerugian, antara lain dalam bentuk agunan yang diambil alih, properti terbengkalai (abandoned property), rekening antar kantor, dan suspense account.
PDN dan Manajemen Risiko

PDN (Posisi Devisa Neto):
  1. Tujuan pengaturan PDN (Posisi Devisa Neto) adalah untuk Membatasi gap antara aset dan kewajiban per mata uang asing yang dimiliki bank, sehingga risiko akibat pergerakan mata uang menjadi terkendali.
  2. Risiko bagi bank: Apabila USD menguat maka bank akan mengalami kerugian karena memiliki gap (kewajiban dalam USD > aset dalam USD).
  3. Pengaturan PDN dikeluarkan oleh Bank Indonesia dengan konsideran: a.    Makro: mendukung kestabilan nilai tukar Rupiah dan sistem keuangan, b.    Mikro: mendukung pengelolaan risiko pasar bank, khususnya risiko nilai tukar.
Manajemen Risiko
Sesuai dengan POJK Nomor 13/POJK.03/2015:
  1. Risiko adalah potensi kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa tertentu.
  2. Manajemen Risiko adalah serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha BPR.
  3. Penerapan Manajemen Risiko paling sedikit meliputi: a. Pengawasan Direksi dan Dewan Komisaris. b. Kecukupan kebijakan, prosedur, dan limit yaitu: 1) kebijakan Manajemen Risiko; 2) prosedur Manajemen Risiko; dan 3) penetapan limit Risiko. c. Kecukupan proses dan sistem yaitu: 1) proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko; dan 2) sistem informasi Manajemen Risiko. d. Sistem pengendalian intern yang menyeluruh.
  4. Risiko yang harus dikelola dalam penerapan Manajemen Risiko meliputi: a. Risiko kredit, b. Risiko operasional, c. Risiko kepatuhan, d. Risiko likuiditas, e. Risiko reputasi, dan f. Risiko stratejik.
Kelembagaan BPR
Sesuai dengan POJK Nomor: 20/POJK.03/2014

Pasal 2
Bentuk hukum BPR dapat berupa: a. Perseroan Terbatas; b. Koperasi; atau c. Perusahaan Daerah.  

Kepengurusan BPR
Pasal 3
Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan izin Otoritas Jasa Keuangan. 

Kepemilikan BPR
Sesuai dengan POJK Nomor: 20/POJK.03/2014

Pasal 4

BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh: a. warga negara Indonesia; b. badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia; dan/atau c. Pemerintah Daerah.

Tingkat Kesehatan BPR
Ukuran kesehatan bank diatur dalam POJK Nomor 19 /POJK.03/2017 tentang Status dan Tindak Lanjut Pengawasan BPR dan BPRS

Otoritas Jasa Keuangan berwenang menetapkan status pengawasan BPR yang terdiri dari: 1.    Pengawasan normal, 2.    Pengawasan intensif, 3.    Pengawasan khusus.

Secara umum, unsur-unsur yang mempengaruhi kesehatan BPR mencakup:
  1. Permodalan: Rasio Kecukupan Modal Minimum atau Capital Adequacy Ratio (CAR). 
  2. Kualitas Aktiva Produktif: Rasio Kualitas Aktiva Prduktif (KAP) dan Rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP).
  3. Manajemen: Manajemen Umum dan Manajemen Risiko.
  4. Rentabilitas: Rasio Return On Assets (ROA) dan Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
  5. Likuiditas: Cash Ratio (CR) dan Loan to Deposit Ratio (LDR).
Self-regulatory Banking

Adalah pengawasan bank yang mendorong bank untuk melaksanakan secara konsisten ketentuan intern yang dibuat sendiri (self regulatory banking) dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya dengan tetap mengacu kepada prinsip kehati-hatian. Pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia sebagai:
  1. Lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitannya sebagai lembaga penghimpun dan penyaluran dana.
  2. Mendorong terwujudnya sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu pertumbuhan perekonomian nasional.
Visi Dewas BPR (Yang Ideal)

Menjadi mitra kerja yang efektif bagi Direksi BPR dalam mewujudkan BPR sebagai:
  1. BPR kepercayaan masyarakat, dalam posisinya sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana.
  2. BPR pelaksana kebijakan perbankan yang sehat, efisien dan efektif.
  3. BPR yang berperan secara efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi serta pemerataan kesejahteraan di wilayah operasional BPR, melalui sistem perbankan yang sehat, yang mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar, dan bermanfaat bagi perekonomian tingkat daerah maupun tingkat nasional.
MISI Dewas BPR (Yang Ideal)

Menjalankan fungsi pengawasan BPR secara efektif, untuk memastikan tercapainya rencana bisnis BPR secara efisien dan efektif, melalui:
  1. Penyajian informasi keuangan yang relevan, tepat waktu, sesuai aturan, dan bebas kesalahan.
  2. Pengamanan aset dan informasi.
  3. Kegiatan operasional yang efisien dan efektif.
  4. Kepatuhan terhadap kebijakan manajemen.
  5. Kepatuhan terhadap kebijakan OJK.
  6. Kepatuhan terhadap komitmen bisnis dengan pihak ketiga.
Prosedur Penyelesaian Masalah Pada BPR
  1. Melakukan identifikasi masalah.
  2. Melakukan analisis dan pemetaan masalah.
  3. Menyusun alternatif penyelesaian masalah.
  4. Menyusun skala prioritas penyelesaian masalah.
  5. Mendiskusikan skema strategi penyelesaian masalah dengan pihak-pihak yang terkait.
  6. Melaksanakan skema strategi penyelesaian masalah yang telah disepakati.
  7. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan skema strategi penyelesaian masalah.
Komitmen Ideal Dewas BPR Dalam Pengembangan BPR
  1. Kepentingan BPR dan kepentingan stakeholders BPR  harus menjadi landasan utama dalam setiap perencanaan dan pelaksanaan kegiatan operasional.
  2. Kepentingan BPR dan kepentingan stakeholder  tidak boleh berbenturan dengan undang-undang dan peraturan tentang operasional BPR yang berlaku.
  3. Undang-undang dan peraturan harus menjadi landasan utama dalam setiap perencanaan dan pelaksanaan kegiatan operasional, untuk memastikan keberhasilan pencapaian tujuan BPR.
  4. Membangun kepercayaan adalah prinsip mendasar yang tidak bisa ditawar-tawar dalam memastikan sukses pencapaian tujuan BPR.
  5. Sebagai anggota dewan komisaris, saya berkomitmen untuk memastikan PD BPR Bank Bantul menjalankan kegiatan operasional berbasis pada empat prinsip di atas.
Komitmen Ideal Dewas BPR Untuk Perekonomian Indonesia

Dewas harus berperan aktif dalam mewujudkan perekonomian Indonesia yang tumbuh dan berkembang dengan baik, sesuai dengan kapasitas, kompetensi, dan posisi masing-masing dewas. Komponen atau penopang penting perekonomian Indonesia pada dasarnya adalah UMKM.

Sebagai anggota dewan pengawas BPR, harus berkomitmen besar untuk memastikan keberhasilan BPR dalam mendorong pertumbuhan kegiatan ekonomi skala kecil dan menengah (UMKM), yang memiliki ruang yang sangat strategis dalam mendukung dan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat, baik melalui program bantuan keuangan maupun melalui berbagai program capacity building atau pengembangan kompetensi SDM.

Strategi dan Proses Bisnis BPR
Sesuai POJK Nomor 37/POJK.03/2016

Strategi Bisnis dan Kebijakan BPR Mencakup
  1. Visi dan misi BPR
  2.  Arah kebijakan BPR
  3. Kebijakan tata kelola dan manajemen risiko BPR
  4.  Analisis posisi BPR dalam persaingan usaha berdasarkan aset dan/atau lokasi
  5. Strategi penyaluran kredit atau pembiayaan berdasarkan jenis usaha. dan
  6. Strategi pengembangan bisnis
Proses Bisnis BPR
  1. Sebagai alat koordinasi lintas bagian dalam mewujudkan target bisnis BPR, BPR harus menyusun Rencana Bisnis, dengan mempertimbangkan: a. Faktor ekstern dan intern yang dapat memengaruhi kelangsungan usaha BPR, b. Prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan BPR, dan c. Asas perbankan yang sehat.
  2. Direksi wajib melaksanakan rencana bisnis secara efektif.
  3. Agar rencana binis BPR difahami oleh pemegang saham dan dijalankan secara efektif oleh setiap komponen organisasi, direksi wajib mengkomunikasikan rencana bisnis kepada: a. Pemegang saham BPR, b. Seluruh jenjang organisasi BPR.
  4. Rencana Bisnis BPR paling sedikit mencakup: a. Ringkasan eksekutif, b. Strategi bisnis dan kebijakan, c. proyeksi laporan keuangan, d. target rasio-rasio dan pos-pos keuangan, e.  rencana penghimpunan dana, f. rencana penyaluran dana, g. Rencana permodalan. h. rencana pengembangan organisasi, teknologi informasi dan Sumber Daya Manusia (SDM), i. rencana pelaksanaan kegiatan usaha baru atau rencana penerbitan produk dan pelaksanaan aktivitas baru, j.  rencana pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor, dan k. informasi lainnya.
  5. Ringkasan eksekutif meliputi: a. rencana dan langkah-langkah strategis yang akan ditempuh oleh BPR, b. indikator keuangan utama, c.  target jangka pendek dan jangka menengah.
Peran Anggota Dewan Pengawas
Melakukan pengawasan terhadap implementasi strategi BPR serta proses bisnis BPR untuk memastikan pencapaian tujuan dan sasaran BPR secara efektif dan efisien. 

Tugas, Fungsi, dan Tanggungjawab Anggota Dewan Pengawas

Sesuai dengan POJK Nomor 4/POJK.03/2015, tentang Penerapan Tata Kelola Bagi BPR, tugas anggota dewan pengawas antara lain:

  1. Memastikan terselenggaranya penerapan Tata Kelola pada setiap kegiatan usaha BPR di seluruh tingkatan atau jenjang organisasi.
  2. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi serta memberikan nasihat kepada Direksi.
  3. Mengarahkan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan strategis BPR.
  4. Tidak ikut serta dalam pengambilan keputusan mengenai kegiatan operasional BPR, kecuali terkait dengan: a.  Penyediaan dana kepada pihak terkait sebagaimana ketentuan yang mengatur mengenai batas maksimum pemberian kredit BPR, dan b. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
  5. Memastikan bahwa Direksi menindaklanjuti temuan audit dan rekomendasi dari satuan kerja atau pejabat yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan audit intern BPR, auditor ekstern, hasil pengawasan Dewan Komisaris, Otoritas Jasa Keuangan, dan/atau otoritas lainnya.
  6. Dalam kapasitas sebagai anggota dewan komisaris, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal temuan, memberitahukan kepada OJK: a. Pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang keuangan dan perbankan; dan/atau b. Keadaan atau perkiraan keadaan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha BPR.
Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Tata Kelola pada Seluruh Tingkat Organisasi BPR

Anggota dewan komisaris bertanggungjawab dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip tata kelola BPR, yang paling tidak diwujudkan dalam bentuk:
  1. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi.
  2. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris.
  3. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas atau fungsi komite.
  4. Penanganan benturan kepentingan.
  5. Penerapan fungsi kepatuhan, audit intern, dan audit ekstern.
  6. Penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian intern.
  7. Batas maksimum pemberian kredit.
  8. Rencana bisnis BPR.
  9. Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan.
Pengawasan terhadap Direksi

Tugas dan tanggungjawab dewan pengawas adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggungjawab Direksi dalam mengelola BPR. Sesuai POJK Nomor 4/POJK.03/2015 Tugas dan tanggungjawab direksi mencakup:
  1. Pelaksanaan kepengurusan BPR.
  2. Mengelola BPR sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawab sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar BPR dan peraturan perundang-undangan.
  3. Melaksanakan tata kelola BPR berdasarkan prinsip-prinsip: keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness).
  4. Pada BPR dengan modal inti paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), membentuk paling sedikit: a. Satuan Kerja Audit Intern, b. Satuan Kerja Manajemen Risiko dan Komite Manajemen Risiko, c. Satuan Kerja Kepatuhan.
  5. Pada BPR dengan modal inti kurang dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), menunjuk Pejabat Eksekutif yang melaksanakan: a. Fungsi audit intern, b. Fungsi manajemen risiko, dan c. Fungsi kepatuhan.
  6. Memastikan terpenuhinya jumlah sumber daya manusia yang memadai, antara lain dengan adanya: a. Pemisahan tugas dan tanggung jawab antara satuan atau unit kerja yang menangani pembukuan, operasional, dan kegiatan penunjang operasional; dan b. Penunjukan pejabat yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan audit intern, dan independen terhadap unit kerja lain.
  7. Mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  8. Direksi wajib mengungkapkan kebijakan BPR yang bersifat strategis di bidang kepegawaian kepada pegawai. 
  9. Tidak menggunakan penasihat perorangan dan/atau penyedia jasa profesional sebagai konsultan kecuali memenuhi persyaratan tertentu. 
  10. Menyediakan data dan informasi yang akurat, relevan, dan tepat waktu kepada Dewan Komisaris.
  11. Memiliki dan melaksanakan pedoman dan tata tertib kerja anggota Direksi, yang mencakup: a. etika kerja; b. waktu kerja; dan c. peraturan rapat.
Komisaris wajib mengawasi Direksi BPR dalam penerapan Manajemen Risiko, sesuai dengan POJK No. 13/POJK.03/2015

Kewenangan dan tanggungjawab Direksi dalam penerapan Manajemen Risiko, paling tidak mencakup: 
  1. Menyusun kebijakan dan pedoman penerapan Manajemen Risiko secara tertulis.
  2. Mengevaluasi dan memutuskan transaksi yang memerlukan persetujuan Direksi.
  3. Mengembangkan budaya Manajemen Risiko pada seluruh jenjang organisasi.
  4. Memastikan peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia yang terkait dengan Manajemen Risiko.
  5. Memastikan bahwa fungsi manajemen risiko telah beroperasi secara independen.
  6. Bertanggungjawab atas: a. Pelaksanaan kebijakan Manajemen Risiko, b.Eksposur risiko yang diambil BPR secara keseluruhan, c. Pemahaman yang memadai mengenai risiko yang melekat pada seluruh aktivitas fungsional BPR dan mampu mengambil tindakan yang diperlukan sesuai dengan profil risiko BPR.
Metode Pengawasan Tugas Direksi
  1. Metode Langsung, yaitu dengan cara on the spot terhadap kebijakan-kebijakan yang telah diambil Direksi dan juga melakukan cross check terhadap hasil pemeriksaan atau temuan-temuan dari Internal Audit maupun Eksternal Audit.
  2. Metode Tidak Langsung, yaitu dengan cara mengawasi dan menganalisa hasil Laporan Keuangan dan perkembangan BPR baik yang disampaikan oleh Direksi maupun yang disampaikan oleh Internal Audit BPR.
Visi Dewas dalam Mensikapi Permasalahan Internal dan Eksternal
  1. Permasalahan internal dan eksternal dari strategi bisnis BPR adalah semacam risiko bisnis, tidak bisa dihilangkan tetapi hanya bisa diminimalkan.
  2. Setiap pilihan strategi, disamping menjanjikan keuntungan, juga akan menghadirkan permasalahan, baik internal maupun eksternal.
  3. Diperlukan teknik, strategi, dan seni untuk meminimalkan permasalahan yang dihadirkan oleh suatu pilihan strategi.
Misi Dewas BPR

Membangun partnership yang efektif dan produktif dengan Direksi dan seluruh komponen organisasi untuk meminimalkan permasalahan yang dihadirkan dari pilihan strategi bisnis BPR.


Motivasi dan Komitmen Dewas Dalam Pelaksanaan Tugas dan Tanggungjawab 

  1. Berkontribusi secara maksimal dalam memastikan BPR mampu menjalankan kegiatan operasional secara efisien dan efektif.
  2. Berkontribusi secara maksimal dalam mengatasi potensi problem inefisiensi, kesalahan, dan kecurangan pada kegiatan operasional BPR.
  3. Berkontribusi secara maksimal dalam memastikan kesesuaian kegiatan operasional BPR dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku.
  4. Berkontribusi secara maksimal dalam memastikan efektifitas BPR dalam menjalankan perannya sebagai katalisator kesuksesan pertumbuhan kegiatan ekonomi masyarakat.
************

No comments:

Post a Comment