Monday, August 6, 2018

Peraturan Tata Kelola BPR

NOMOR 4/POJK.03/2015

Dasar Pertimbangan

  1. Bahwa dengan semakin meluasnya pelayanan disertai peningkatan volume usaha Bank Perkreditan Rakyat, maka semakin meningkat pula risiko Bank Perkreditan Rakyat sehingga mendorong kebutuhan terhadap penerapan tata kelola oleh Bank Perkreditan Rakyat;
  2. Bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja Bank Perkreditan Rakyat, melindungi pemangku kepentingan (stakeholders), dan meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, serta nilai-nilai etika yang berlaku umum pada Perbankan, Bank Perkreditan Rakyat perlu segera menerapkan tata kelola; 
  3. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Perkreditan Rakyat;
Landasan Hukum

  1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790);
  2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253);
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini, yang dimaksud dengan:
  1. Bank Perkreditan Rakyat, yang selanjutnya disingkat BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai perbankan.
  2. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan dan perbankan syariah.
  3. Direksi: a. bagi BPR berbadan hukum Perseroan Terbatas adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai perseroan terbatas; b. bagi BPR berbadan hukum Perusahaan Daerah adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai badan usaha milik daerah; c. bagi BPR berbadan hukum Koperasi adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai perkoperasian.
  4. Dewan Komisaris: a. bagi BPR berbadan hukum Perseroan Terbatas adalah komisaris sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai perseroan terbatas; b. bagi BPR berbadan hukum Perusahaan Daerah adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai badan usaha milik daerah; c. bagi BPR berbadan hukum Koperasi adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai perkoperasian.
  5. Komisaris Independen adalah anggota Dewan Komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham, dan/atau hubungan keluarga dengan anggota Dewan Komisaris lainnya, Direksi, dan/atau pemegang saham pengendali atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen. 
  6. Pihak Independen adalah pihak di luar BPR yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham, dan/atau hubungan keluarga dengan Direksi, Dewan Komisaris, pemegang saham pengendali, dan/atau tidak memiliki hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen.
  7. Tata Kelola adalah tata kelola BPR yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness).
  8. Pemangku Kepentingan (Stakeholders) adalah seluruh pihak yang memiliki kepentingan secara langsung atau tidak langsung terhadap kegiatan usaha BPR.
  9. Pejabat Eksekutif adalah pejabat yang bertanggung jawab langsung kepada Direksi atau mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dan operasional BPR, antara lain pemimpin kantor cabang, kepala divisi, kepala bagian, kepala satuan kerja audit intern atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab mengenai pelaksanaan fungsi audit intern, manajer, dan/atau pejabat lainnya yang setara.
  10. Komite Audit adalah komite yang membantu pelaksanaan tugas dan tanggungjawab Dewan Komisaris terkait dengan audit intern dan ekstern.
  11. Komite Pemantau Risiko adalah komite yang membantu pelaksanaan tugas dan tanggungjawab Dewan Komisaris terkait dengan penerapan manajemen risiko.
  12. Komite Remunerasi dan Nominasi adalah komite yang membantu pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris terkait dengan remunerasi dan nominasi.

Pasal 2

  1. BPR wajib menerapkan Tata Kelola dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi.
  2. Penerapan Tata Kelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit harus diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut: a. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi; b. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris; c. kelengkapan dan pelaksanaan tugas atau fungsi komite; d. penanganan benturan kepentingan; e. penerapan fungsi kepatuhan, audit intern, dan audit ekstern; f. penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian intern; g. batas maksimum pemberian kredit; h. rencana bisnis BPR; i. transparansi kondisi keuangan dan non keuangan.

Pasal 3


Otoritas Jasa Keuangan melakukan penilaian terhadap penerapan Tata Kelola BPR.

No comments:

Post a Comment